Menganalisis cuaca

Merindu hujan di pelataran.
Merindu kelabu di senyum Tuan.
Aku selalu suka warna-warna sendu.
Kadang berubah jadi sembilu,  kadang menjadi yang teduh

P. S
Padahal ini masuk bulan Oktober tapi belum ada tanda-tanda akan hujan.
Padahal kata eyang, katanya sih, bulan septemBER, oktoBER, novemBER dan bulan yang ada ber-bernya berarti sudah masuk musim hujan.
Tapi tebing tanah merah depan rumah malah retak-retak.
Padahal ini sudah Oktober.

#jangandibaca

Puisi dengan curhatan emang gaada bedanya. Nah, se karang gue curhat deh. Beneran curhat.
Kisah kasih rusuh yang kisruh dan ricuh yang tanpa disuruh-suruh akan kusajikan di media publik.
#gakonsisten #antaraguedanaku

Kasih kisah yang seperti apa?
Suatu hari, matahari lagi panas-panasnya dan suasana sedang sibuk-sibuknya karena sedang diadakan wislok (wisuda lokal), seseorang berkata bahwa Antropologi membuat seseorang menjadi lebih baik. Gue lupa lanjutannya apa tapi gue langsung merasa dijedotin ke tembok ratusan kali.

Ya! Gue baru sadar bahwa iya loh bener juga. Banyak hal-hal baru yang bikin gue merasa WAH! Banget banget. Gue belajar relativisme dan masalah-masalah yang bikin otak melting.
Seorang dosen yang sangat menyukai daerah perbatasan beserta konfliknya, ternyata bisa mendobrak pemikiran gue secara habis-habisan.

Jadi kalau senior gue bilang Antropologi itu membuat seseorang menjadi lebih baik. Maka buat gue, Antropologi itu ilmu keberuntungan. Beruntung untuk masuk di dalamnya.

Ini untuk Dilan

Ini harus disampaikan
Harus dinyatakan
Bukan tentang buku-buku yang robek
Dan sampul yang menipis
Ataupun bau kertas basah tertumpah teh
Ini jauh lebih penting dari itu
Aku harus sampaikan ini
Agar kita dapat bertemu
Dan aku akan memandang wajahmu lekat-lekat
Sampai bosan, sampai jemu
Kamu yang jemu
Aku sih akan memandang sambil harap-harap semoga kau singgah lebih lama

Cerita sebelum tidur

Aku ada bukan karena aku berpikir bahwa aku ada
Aku ada karena aku menunggu
Menunggu malam luruh dalam hitam rambutnya
Menunggu siang berganti mendung seperti matanya
Aku ada karena aku menunggu
Menunggu minggu berganti
Menunggu ramalan bintang esok hari
Menunggu menjadi hal yang kutunggu
Mata ini akan terpejam saat yang ditunggu tak lagi ditunggu
Entah apakah hela nafas pulas
Atau tetesan hujan yang perlahan hilang dijilat peri tidur