Lebih baik ditulis

Di lintasan yang berbeda
Ku ulang rekaman cerita
Pada gerbong kereta sesak udara

Terlampau sering aku murka
Hingga aku lupa
Bahwa kau juga manusia

Lalu takutku jadi sergap
Jika nanti telingamu tak lagi ada padaku
Dan matamu mengenyahkan rupaku
Pada apa aku mesti bersandar

P.s.
“aing kayaknya…”
Kira-kira lanjutan kalimat tersebut “…gabisa menghadapi berita-berita buruk kemarin kalau sendirian. Terimakasih ya, Argani.”
Sayangnya yang keluar bukan suara, tapi… He he he

P.p.s
Maaf ya selalu membuat bimbang
Senantiasa bahagia, sayang.

Diri yang pudur

Dahulu, barangkali dua hari yang lalu
Ketika aku percaya bahwa tuhan maha mendengar
Aku berdoa banyak-banyak
“Tuhan, beri kami rumah yang damai”

Dahulu aku percaya,
kelahi ialah kelahi
Namun toh, segera berhenti
Sebab tuhan maha mendengar

Tapi kelahi berujung tahi
Berang sana-sini
Teriak-teriak tiap dini hari
Tapi aku tak takut
Tuhan maha mendengar

Ternyata doaku
Hanya surat yang masuk tong sampah
Aku jadi curiga,
apa tuhan maha mendengar?

Jadilah diri tak percaya apa-apa
Kecuali pada satu yang selalu lekat
Yang tak pernah meninggalkan
Lalu aku teringat kawan lama,
yang dulu akan ku jemput hadirnya
Apa kabar?

Murka

Seenaknya diingkari
Sesukanya dijauhi
Sekonyong datang lalu hilang lalu datang-hilang selalu datang hilang lalu datang lalu hilang

Kalau kembara bisa kulakukan sendiri
Lebih baik kulakukan sendiri saja
Tak perlu lagi menyulit-nyulitkan tuan
Tak perlu lagi meraung-raung minta perhatian

Kalau kembara bisa kulakukan sendiri
Tak perlu lagi aku cari kawan berpuisi
Toh, semesta begitu raya dan mega
Apa saja jadi cerita
Tapi rupanya tak bisa
Aku telah terbiasa kembara berdua

Yang diredam

Riuh bibirmu hilang dari muka
Tanya-tanyamu tak lagi bersuara
Lalu hilang jadi ruang pengap udara
Membuatku sesak dalam rana

Aku hibur diri dengan kelana
Ngobrol sana-sini soal manusia
Tapi setiap bisa kutunggu pesan-pesan rahasia
Yang selalu kau buat jadi ruang dialektika

Kau tengah berperang
Dan aku tahu kau pasti berang jika melihat tulisan ini

Sungguh, Tuan
Kudoakan kau segera menuju terang
Namun apa jadinya
Jika kau memilih pulang
Dan berhenti jadi kawan tualang

P.s
Cangkring,13.30
Setelah bergulat dengan udara Indramayu.