Taman

Berambut kenanga
Bermata melati
Manusia itu sungguh magis
Hadirnya membuat rinding

Sesekali ku korek cerita
Dari bibirnya yang sewarna indigo
Selebihnya hanya ku amati
Sulur-sulur jiwanya merekah

P. S
Terimakasih tigapagi dan cuaca mendung hari ini

P.p.s
Sesungguhnya sudah dipost kemarin tetapi dihapus, sebab takut dibaca sang empunya inspirasi. Ah, kalau kupikir-pikir lagi, peduli setanlah.

Adik berkakak

Alkisah hidup kakak dan adik
Yang bebas ketika matari dimakan gulita
Namun pada kegelapan pula
Mereka mengurung diri
Di semestanya masing-masing

P. S:
Ditulis terburu-buru sebab mata sudah mengantuk. Tulisan yang ini adalah prasasti.
Demi Laut dan Nyiur
Demi Jupiter
Demi Merkurius

Nasib yang tak kunjung berubah

Laut memakan kota-kota,
serta manusia angkuh
Yang bersolek demi cinta
dan bercinta sampai berpeluh

Komodifikasi,
hutan-hutan dibakar seperti klobot
Anak-anak dibawa sehidup-semati
dalam penyakit busung lapar yang menanti

Langit sering kali abu-abu,
oleh tiang pancang berintisari “maju”
Lalu sungai di pinggiran rumah
berubah jadi coklat kelabu

Ibu-ibu memasak nasi basi,
pada dandang hitam serta api
Yang datangnya dari tahi-tahi sapi
lalu dicampur oleh sekam dari padi yang mati

Bapak pulang dengan kulit kering,
tanpa ikan tersangkut di jaring
Lalu kami terkapar mati
pada perahu yang berlayar pergi

Jelaga

Ucap satu malam,
Kita duduk di harapan yang muram
Akan luka yang disiram garam

Barangkali merindukanmu lebih dari itu
Aku butuh imajinasi yang mati
Agar kamu tidak bisa masuk lagi

Pintu itu adalah kebinasaanmu
Pergilah yang jauh
Selagi masih mampu

P. S.
Terinspirasi setelah membaca karya Agus Noor. Orang bilang dini hari waktu kita merenungi rasa, tapi aku menulis puisi ini ketika azan maghrib baru selesai berkumandang