Hari ini Gamadi mengajakku ke satu tempat
“magis” katanya
Mungkin sudah nampak gelisah di air muka selama tiga hari ini
Mungkin Gamadi kasihan padaku
“kuberikan kau kepastian, lewat dadu!”
Seperti penjudi saja pikirku
Tapi aku memang butuh berdialog dengan alam raya
Dan tak kutemui pertanda dalam tiga hari ini (biasanya aku disapa lewat mimpi)
Berangkat aku bersama Gamadi, meminjam sihir-sihir purba
Menjadi penjudi takdir
Kocok dadu, ambil kartu
Setidaknya telah lebih dari lima kali aku coba
Hey! Aku suka pada sihir ini
Baru dan candu
Kutemukan petuah, kadang arahan untuk kelana
Gamadi rupanya menikmati pula
Jadilah dalam beberapa jam kami dihisap
Namun Danar nampak di jendela
“sihir dadu menyenakan, tapi buat apa? Hanya kepastian semu yang kalian dapat. Pseudo”
Aku ditampar
Danar sungguh tak tahu sopan santun
Merusak kesenangan
Kini tak kutemui lagi kepastian
Lewat dadu dan kartu
“kepastian barangkali bersemayam di suara dan mata, atau di kaki dan tangan (barangkali kepastian imanen atau justru kepastian tak pernah ada!). Sedangkan dadu dan kartu hanya membendung harapan, bukan kepastian”
Dini hari aku menyerah pada visual-visual di kepala
Aku tidur dan menyerah
Menyerah pada segala raga dan rasa
Aku mau tidur saja
Persetan dengan pertanda
Ini memusingkan
P.s.
Lama tak menulis cerita lantur (yang sungguh-sungguh lantur), terakhir yang kutulis adalah sekelumit kisah Saija dan Matsarya.