Implisit

I
Kau bendung segala kata
Agar tak luap
Ke dalam kuping-kuping
Lalu kau bakar kelopak mata
Agar senantiasa terjaga
Hingga jubah-jubah penyihir terbakar merah

II
Kau jahitkan diam pada sebuah luka
Bagimu waktu adalah kota yang tak berpihak pada manusianya
Dan kesibukan-kesibukan adalah tuhan bagi mereka
Yang tak bisa lagi merebut hidup dari kota

III
Sebagaimana kau ujarkan terus-menerus padaku
“aku manusia yang bebas”
Sehingga kau hadapi anjing-anjing keparat
Dan meninggalkanku pada ruang-ruang batas

IV
Ternyata dunia, tuhan
Adalah neraka yang kau ciptakan dengan begitu apik pada tiap lapisnya
Dan tak pernah kubayangkan
Neraka adalah kekosongan
Tanpa api, lecutan, cambukan, omelan
Tapi sebuah diam yang merupa kekal

Liyan

IMG_20171013_130750036aku mau telanjang saja
Aku heran, “ada apa?”
aku mau telanjang saja
Begitu kau ulang
Tapi kita telah bermain banyak semalam
Telah bicara banyak pula semalam
Apa kau merasa kurang?
aku mau telanjang saja
Lagi, kau ulang kalimat yang sama
apa kau mau ikut telanjang?
Kau ajak aku turut bersama
lalu apa?” aku bertanya
Kau diam, seakan diam adalah jawaban
Aku tak biasa telanjang
Kecuali mandi dan bercinta
tidak mau, dingin!
Kau tak kecewa, tak cemberut seperti biasa
Kau mengangkat bahu dan berkata
ya sudah jangan menyesal
Kau lepaskan busanamu satu-satu
Kaus hitammu geletak di kasur
Kaki-kakimu angkat satu-satu
Melepas kemelekatan pada celana tidurmu
Lalu baju dalam yang kau lempar sembarang
sudah
Kau semakin indah
Kau angkat suara, “aku mau telanjang saja”
“kau sudah telanjang” kataku heran
belum, aku belum telanjang” katamu membantah
aku mau telanjang! T E L A N J A N G” katamu mulai marah
tapi kau sudah, sayang. Kau sudah menjadi bulat, kau sudah menjadi…”
“tapi bukan itu! Aku mau telanjang, dan kau belum melihatku telanjang” katamu membentak marah
Kau meringkuk, merebut sepi menjadi selimut
Jadilah aku telanjang
Melepaskan segala tanda tanya dari badan
Kulekatkan bibir wajahmu
Tapi kau lebih dulu meringkuk ke dalam dadaku
Dada yang tak bidang tetapi berpunuk
Kau benamkan kepala jauh ke dalam tubuhku
Seakan aku akan melahirkan kau
Tak kurasakan putik sari yang senantiasa kita sesap ketika telanjang
Kita hanya bernafas
Matamu tak dilekatkan padaku tetapi pada kegelapan yang mewujud di dalam kepala
sayang..” kau leburkan segala tanya
iya?” kuberharap ada sebuah jawab
aku mau telanjang saja” kau ujarkan seperti sebuah doa
Terus
Terus
Terus sepanjang hari

R e n g g a n g

IMG_20171008_181730803
Bukan, kau bukan trauma
Kau bukan ketakutan-ketakutan
Yang menyelinap di malam hari
Kau bukan pula kesedihan
Yang merayap ke dalam buku-buku jari
Bukan, kau bukan keinginan
Kau bukan kematian
Yang didoakan segera datang
Kau bukan pula kehidupan
Yang dirumuskan dan dirayakan
Kau adalah aku
Yang mana aku adalah kau
Dan aku adalah nihil
Yang mana kau juga adalah nihil

P.s.
Kini aku takut untuk menangis lagi