Category Archives: Uncategorized
Protected: Pesan rahasia
Manusia dan serigala
Aku penari lepas kendali
Terpekur jatuh dijerat temali
Bersandar di bahu yang beku
Kemudian teriak kesetanan, ASU! ASU!
Dadaku diremas nafsu
Asu, asu.
Namun aku lunglai, lupa segala
Bukan karena mani yang sembur
Tetapi soal diriku serupa serigala
Buas, buas, ia kabur
P.s.
Soal manusia dan kekasihnya sang serigala.
Kini serigala takut dengan wajahnya sendiri.
Tangkup
Btara Dhayu,
Ternyata diri rindu
Pada rupa-rupa tingkah laku
Maka biarkan hamba menjadi satu
Dan haru bertayu-tayu
Di lantai samudra pilu
Perawanku tengah mengembara jauh
Lelakiku pun mengibar tirai perahu
Maka dari itu diri pinta pada Dhayu
Jangan buat pertanda sulit terbaca
Agar para kembara bisa menerka
Pelbagai macam restu dari Semesta
Unggun
Di kamarku kedamaian tercapai dengan membuang sumpah serapah pada mereka yang dianggap lemah.
Yang sebenarnya kuat dan diam-diam siap menghunuskan pedang kejujuran.
Di kamarku keadilan tercapai dengan membuat orang babak belur hampir mampus, lalu dipaksa mencium kaki “sang empunya kuasa”. Cih!
Di kamarku penghakiman dilakukan bersama, menjahit mulut para “pendosa” sambil sorak sorai gembira.
Ya!
Selamat datang di kamarku yang sumpak dan berantakan.
Buat apa juga dibenahi toh nanti berantakan lagi.
P.s
Jengkelkan? Sama kok. Kamis pagi aku sudah sarapan perasaan jengkel bukan main. Pantas saja Haku berjuang demikian rupa hingga merdeka jadi milik mereka yang telah lama dibungkam.
Remeh temeh
Negeriku sungguh sibuk
Dengan dokumen-dokumen yang numpuk
Makanya para pemangku seringkali ngantuk
Sebab mereka banting tulang sampai remuk
Pagi hari sudah pusing
Macet dan klakson teriak sampai kering
Belum lagi cari parkir
Kalau bisa ditempat yang sepi, agar mudah melipir
Setelah itu para pemangku akan duduk
Sungguh mereka manusia yang sibuk
Berpikir keras hingga letih
Makanya jam satu siang sudah tancap gas pergi
Aku hanya penggosok batu
Hidup bermodal sapu
Tapi dibanding para pemangku
Kerjaanku jauh lebih seru
Meski gaji dipotong tiap satu minggu
P.s.
Sesekali aku tulis cerita lantur macam ini. Dosenku pernah kelakar, katanya “blablabla negara saja bisa merasa lelah”. Eh! Itu kelakar bukan ya? Sejujurnya aku tak tahu, tapi kala itu seisi kelas tertawa.
Lingkaran setan
Legam hitam
Batu-batu pualam
Tikus-tikus selokan
Dan matamu puan
Jadi seram dan berkilat
Culas dan licik berkarat
Seakan kuat mengurat
Padahal sedih yang menjerat
Lalu seperti nelayan
Puan larung kala pagi datang
Berpikir banyak di atas sampan
Kemudian pulang saat petang
Puan berharap manusia jadi buku
Supaya mudah mereka dibaca
Setelah usai, sekedar saja lalu
Paling dikenang di satu masa
Tapi pada suatu malam
Puan tak sanggup lagi meredam
Jadilah kau memilih karam
Dalam pikiran-pikiran kelam
Antara
Manusia itu bejana
Raganya dihuni jutaan jiwa
Ada yang menguncup malu
Ada yang rekah tanpa ragu
Mereka menggeliat
Ada yang mati dahaga
Ada yang mati tak bersyarat
Tapi kebanyakan mati karena kata
Maka seperti pesanku pada Saija
“Duhai kembaranku, kata ialah belati tanpa rupa”
Ia mengangguk dan membuat belatiku berkarat
P.s.
Setelah mengenang perjalanan lalu, aku banyak berpikir. Senang sebab mereka jadi memanggil aku “anu”. Bukan perempuan, bukan pula lelaki. Namun setelah aku pikir panjang-panjang (tidak besar, gagah, dan tegak) bukan menjadi anu aku bahagia, tetapi ketika orang-orang bisa memanggilku “mbak, mas, bu, pak, om, tante, ayah, ibu, dan anu”.
Namun demikian, semua bisa berubah. Toh! Itu semua serupa air, barangkali nanti ditemukan jawabannya atau barangkali kebingungan macam ini yang akhirnya membuat diri jadi terus bertualang.
P.p.s
Maaf, lupa kuucapkan terimakasih pada Haku. Terimakasih selalu menimbulkan tanya. Salam sayangku, Aji.
Penyucian
Masuklah, rasuklah
Sublim ragamu dalam lingkaran suci
Hapus rupa-rupa durga
Lahirlah lagi jiwa-jiwa
Bersatulah pada tempatmu kembali
Baur bersama tanah, jangan kau jeri
Agar kau tak lupa untuk membumi
Jangan kau sumbat bau
Dan hanya terima yang wangi
Toh! Tanpa mereka dirimu jadi tak pasti
Dan bisa pula yang pahit
Untuk lidahmu hingga wajahmu mengernyit
Adalah yang paling mujarab menyebuhkan penyakit
Apa melihat tanpa mendengar
Apa bingar tanpa pendar
Tidak ‘kah kau menjadi sublar
Maka perjalanan ini bukan awal atau akhir
Tetapi sebuah proses kelahiran indrawi
Rayakan kelahiranmu kembali
Sebagaimana hidup mesti dirayakan berkali-kali
P.s.
Puisi yang benar-benar payah sebab ditulis terburu-buru dan setengah hati. Dipaksa berpikir di ruang ramai, untunglah jiwa masih bisa diajak diskusi.
P.p.s.
Meskipun terdengar payah dan sok tahu, puisi ini tetap jadi prasasti soal enam bulan lebih perjalanan menuju puncak ambang.
P.p.p.s.
Sudah diedit beberapa katanya, hanya agar supaya.
(bukan) Terakhir
Aku ingin bunuh diri
Dengan berhenti menulis
Tapi pagi ini, di kantin yang sepi
Kutemukan ketakutan
Untuk lepas dari kelekatan
Dan aku masih ingin abadi
Lewat narasi, lewat puisi
P.s.
Kontradiktif tapi kupikir tak mengapa. Toh! Ini untuk diriku. Pengingat.
You must be logged in to post a comment.